Sabtu, 13 Februari 2010

Puasa, Shalat dan Haji untuk Orang yang Sudah Mati

Rasulullah SAW bersabda seperti diriwayatkan Ibnu Abbas berikut ini:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ اِلىَ النَّبِىِ صلى الله عليه وسلم يَارَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صِيَامٌ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيْهِ عَنْهَا؟ قَالَ نَعَمْ. لَوْكَانَ عَلىَ اُمِكَ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَهُ عَنْهَا ؟ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللهِ اَحَقُّ اَنْ يُقْضَى. رواه مسلم

“Dari shahabat Ibnu Abbas r.a. berkata: Datang seorang laki-laki kepada Nabi SAW; Yaa Rasulullah sesungguhnya ibu saya meninggal dan ia mempunyai tanggungan puasa satu bulan (puasa Ramadhan), apakah saya bayar puasa untuk dia? Rasulullah menjawab: seandainya ibumu mempunyai hutang apakah kau bayar hutang ibumu? Orang tadi menjawab; yaa Rasulullah; bersabda Rasulullah; maka hutang Allah lebih berhak untuk dibayar”. (HR Muslim)
Hadits Nabi SAW yang lain:
اَنَّ رَجُلاً سَأَلً النَبِىَ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: كَانَ لِى أَبَوَانِ اَبَرُّهُمَا حَالَ حَيَاتِهِمَا, فَكَيْفَ لِى بِبِرِهِمَا بَعْدَمَوْتِهِمَا, فَقَالَ النَّبِىُ صلى الله عليه وسلم اِنَّ ِمنَ اْلبِرِ بَعْدَ اْلمَوْتِ اَنْ تُصَلىِ لَهُمَا مَعَ صَلاَتِكَ وَتَصُوْمَ لَهُمَا مَعَ صِيَامِكَ. رواه الدارقطنى

“Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi, kemudian ia berkata: saya mempunyai dua orang tua yang saya berbakti kepada keduanya di masa hidupnya, maka bagaimana bakti saya kepada kedua orang tua setelah meninggal? Bersabda Rasulullah: sesungguhnya termasuk bakti kepada kedua orang tua setelah meninggal hendaknya kau shalat untuk keduanya bersama shalatmu dan berpuasa untuk keduanya bersama puasamu”. (HR Darul Quthni).
Rasulullah SAW bersabda :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةٍ مِنْ خَثْعَمَ عَامَ حُجَّةِ اْلوَدَاعِ فَقَالَتْ يَارَسُوْلَ اللهِ اِنَّ فَرِيْضَةَ اْلحَجِ اَدْرَكَتْ اَبِى شَيْخًا كَبِيْرًا لاَيَسْتَطِيعُ اَنْ يَسْتَوِيَ عَلىَ الرَّاحِلَةِ فَهَلْ يُقْضِى عَنْهُ اًنْ اَحُجَّ عَنْهُ ؟ قَالَ نَعَمْ رَوَاهُ اْلجَمَاعَةُ وَفِى رِوَايَةٍ قَالَ اَرَأَيْتَ لَوْكَانَ عَلىَ اَبِيْكَ دَيْنٌ, اَكُنْتِ قَاضِيَتُهُ ؟ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ صلى الله عليه وسلم فَدَيْنُ اللهِ لَحَقَّ اَنْ يُقْضَ

“Dari shahabat Ibnu Abbas r.a. berkata: datang seorang perempuan dari Khats’am kepada Nabi pada tahun haji wada’, kemudian perempuan tadi berkata; Ya Rasulullah sesungguhnya kewajiban haji telah sampai kepada ayahku ketika beliau sudah tua, beliau tidak dapat naik kendaraan. Apakah diqadla’ untuknya agar saya haji uantuk orang tua saya? Rasulullah menjawab: ya. Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda, bagaimana pendapatmu seandainya ayahmu mempunyai hutang? Apakah kau bayar hutang ayahmu? Ia berkata: ya Rasulallah saya bayar. Bersabda Rasulullah; hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar”.
Hadits lain dari Ibnu Abbas r.a. Rasulullah SAW bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى اللهه عنه: اَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ اِلىَ النَّبِىِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ اِنَّ اُمِى نَذَرَتْ اَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتىَّ مَاتَتْ أَفَأَحُجَّ عَنْهَا ؟ قال نعم. رواه البخارى والنسائى

“Dari shahabat Ibnu Abbas r.a.; bahwa seorang wanita dari golongan Juhainah datang kepada Nabi SAW kemudian berkata; bahwa ibu saya bernadhar untuk haji dan dia belum haji sampai mati, apakah saya bisa menghajikan untuk ibu saya? Rasulullah menjawab: yaa”. (HR Bukhari dan Nasa’i)
Semoga beberapa riwayat ini menjawab pertanyaan di kalangan umat muslim mengenai pahala puasa, shalat dan haji yang dikirimkan untuk keluarga atau orang lain yang sudah meningal dunia. Tampak betapa bakti kita kepada kedua orang tua tidak terbatas waktu. Bakti itu langgeng hingga pun mereka meninggal dunia.


Fasal tentang Tarhim
30/06/2009
Tarhim ialah suara yang dikumandangkan dari masjid atau mushala dengan maksud membangunkan kaum muslimin muslimat untuk persiapan shalat Shubuh. Lebih dari itu, tarhim membantu membangunkan mereka yang ingin menjalankan shalat tahajjud, karena shalat ini dapat dikerjakan pada saat itu.

Tarhim banyak kita dengar terutama saat bulan suci Ramadhan. Bacaan yang dikumandangkan umumnya bervariasi, ada yang berisi seruan agar kaum muslimin bangun dan siap melakukan shalat shubuh. Ada juga yang mengingatkan pentingnya shalat tahajjud, dan lain-lain.

Setiap masjid NU, bahkan mushalanya juga, bersaut-sautan dengan kalimat-kalimat spesial yang disusun khusus untuk acara tarhim ini. Bisa jadi tarhim ini hanya sekadar mengulang-ngulang hadits:
تَسَحَّرُوا فَإنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةٌ

"Sahurlah kalian karena sahur itu membawa berkah".

Terkadang ditambah dengan kata-kata dari petugas masjid, misalnya: “Sekarang sudah pukul 03.00 WIB, sebentar lagi subuh, bangun… bangun.. .sahur... sahur...” Bagi yang ingin berpuasa, tarhim menuntunnya untuk segera makan sahur.

Akhir-akhir ini masjid dan mushala memang lebih banyak memilih memutar kaset ayat-ayat Al-Qur'an karena lebih praktis ketimbang mendatangkan seseorang yang bersedia mengumandangkan alunan lagu yang merdu.
Dulu, orang-orang yang membawakan tarhim dapat didatangkan dari luar daerah dengan upah yang cukup, ditambah hadiah sarung, baju koko, dan lain-lain. Mereka bisa bertiga atau berempat yang tugasnya (di samping mengisi acara tarhim dari pukul 03.00 sampai Subuh) mereka juga bertugas adzan setiap shalat Fardhu.
Seiring perkembangan zaman, kelompok orang-orang tarhim ini sudah tidak banyak ditemui karena diganti kaset Al-Qur'an yang disetel kurang lebih 30-60 menit sebelum waktu adzan dengan disisipi suara dari petugasnya sepuluh menit sebelum Subuh: “Imsaak. . .  imsaak. . .”

Dalil tarhim ini adalah:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ أَوْ أَحَدًا مِنْكُمْ أَذَانُ بِلَالٍ مِنْ سَحُورِهِ فَإِنَّهُ يُؤَذِّنُ أَوْ يُنَادِي بِلَيْلٍ لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَلِيُنَبِّهَ نَائِمَكُمْ

Dari Abdullah bin Mas'ud, Rasulullah bersabda: Kalian tak perlu mencegah Bilal untuk adzan sewaktu sahur karena adzan itu bertujuan untuk mengingatkan siapa saja yang masih berjaga dan sekaligus membangunkan yang tertidur. (Fathul Bari Syarh al-Bukhari, Juz II, hlm 244)

Al-Hafizh berkata dalam kitab Al-Fath: "Pernah terjadi sebelum waktu shubuh, dan bukan hari Jum'at, bacaan tasbih dan shalawat atas Nabi, bukan adzan baik dari sisi bahasa maupun agama."
Dalam Fiqhus Sunnah Juz I, hlm 221-222 terdapat penjelasan bahwa di dalam hadits-hadits lain diterangkan, tarhim yang disuarakan keras itu lebih baik. Namun disuarakan pelan itu lebih baik bila dikhawatirkan munculnya sikap riya' atau mengganggu orang yang sedang shalat (tahajjud). Dan selagi aman dari hal-hal tersebut, tentu tarhim dengan suara keras akan lebih baik

Tidak ada komentar: